Info Terapi Wicara

Info Terapi Wicara

Promo Tarif Layanan Terapi Wicara di Klinik KUSPITO 7

Dalam Rangka Pembukaan Klinik KUSPITO 7 Tangerang Selatan
Dapatkan Fasilitas Layanan di Klinik kami sebagai berikut:

1. Gratis Biaya Konsultasi

2. Gratis Biaya Pendaftaran

3. Gratis Buku Pemantau Perkembangan Pasien

4. Tarif Khusus Bulan Promosi Rp.35.000,- / Short Time Therapy

Segera datang dan buktikan layanan kami di:

KLINIK KUSPITO 7

Ruko Komplek Arinda Permai I Blok B1
Jl. Raya Pondok Aren Tangerang Selatan

Konsultasi Gratis 021 71122725 - 085642258866

Periode promosi terbatas bulan April-Mei 2012
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Contoh Buku Pemantauan Perkembangan Pasien di Klinik Kuspito Terapi Wicara



Demi memberikan Layanan yang terbaik, Kami telah menyiapakan metode pemantauan Perkembangan Pasien yang terstruktur dan terkonsep. Sehingga perkembangan pasien dapat dimonitor dengan baik dan langkah-langkah penanganan pasien dapat terarah untuk memperoleh hasil yang maksimal

Diskusi dan sharing dengan penanggung jawab pasien dilaksanakan dengan intensif, sehingga dapat diambila tahapan serta langkah tindakan yang tepat untuk treatment terhadap pasien.

Hasil akhir dari pelaksanaan program terapi sangat tergantung pada kerja sama dan disiplin dari penanggung jawab pasien dan terapis.

Kami memberikan layanan berupa konsultasi Gratis kepada masyarakat yang membutuhkan, dapat melalui No. Telepon yang tertera pada website ini, maupun dengan datang mengunjungi klinik kami di Pusat maupun Cabang.

Semoga bermanfaat...
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

KUSPITO TERAPI WICARA Hadir di Tangerang Selatan

Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat mulai hari Senin tanggal 5 Maret 2012 Kuspito Terapi Wicara Hadir untuk melayani masyarakat Tangerang Selatan.
Bertempat di Ruko Arinda Permai 1 Jl. Raya Pondok Aren, Bintaro Tangerang Selatan, kami menyediakan layanan Terapi Wicara untuk masyarakat yang membutuhkan, dengan tarif layanan yang terjangkau dan hasil layanan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui penerapan sistem pemantauan perkembangan pasien yang terencana dan terdokumentasikan.

Hari Pelayanan : Senin s/d Sabtu (Minggu dengan perjanjian)
Waktu               : Pukul 08.30 s.d. 17.00 WIB

Telepon/HP Konsultasi: 085642258866  087809078660  021 71122725 (Konsultasi Gratis)

Peta Lokasi: 
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

contoh-contoh kasus terapi wicara

terapi wicara menangani klien anak2 dan dewasa,kalau anak2 biasa nya menangani klien CP,ADHD,autisme,menangani klien yg keterbelakangan mental,klien  yg belum bisa bicara karena faktor lingkungan,klien mengalami gangguan menelan,

terapis wicara menangani  klien dewasa di antara nya menangani klien yang post stroke,mengalami gangguan menelan,post laringektomi,dimensia,afasia dewasa.

terapi wicara juga menangani klien anak dan dewasa yg mengalami gangguan irama kelancaran
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Terapi Wicara untuk Tuna Rungu vs Non Tuna Rungu

Gangguan bicara bisa dibedakan pada tuna rungu (karena gangguan pendengaran) dan pada non tuna rungu (karena sebab lain seperti autis dan stroke).

Anak autis misalnya, walaupun ada gangguan bicara tetapi sebenarnya bisa mendengar. Walaupun tidak/belum bicara tetapi proses pemasukan kosa kata melalui telinga terus berlangsung sejak masih bayi. Kemungkinan besar ia mengerti apa yang didengarnya, hanya saja perlu bantuan untuk bisa berbicara dengan baik. Dalam hal ini peran terapis adalah melatih si anak berkonsentrasi, memperkenalkan prinsip-prinsip berkomunikasi (misal lewat permainan gantian/giliran) dan melatih berbicara (termasuk pengucapannya).



Pada orang yang pasca stroke dan mengalami gangguan bicara, peran terapis lebih ke membantu untuk kembali bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Di sini penderita tidak perlu diajarkan prinsip berkomunikasi verbal karena ia bahkan sudah pernah melakukannnya.

Walaupun agak berbeda dengan kasus autis, keduanya mempunyai kesamaan yaitu bisa mendengar. Artinya proses ‘input’ bagus, tetapi karena suatu gangguan menyebabkan ‘output’nya bermasalah.

Pada anak tuna rungu, ‘output’nya bermasalah justru karena gangguan pada ‘input’. (Note: sepanjang tidak mengalami gangguan lain selain pendengaran, alias bukan dobel handicap.)

Memanfaatkan sisa pendengaran yang ada, dengan ABD gangguan pada input itu dikurangi semaksimal mungkin sehingga si anak bisa mendengar dengan lebih baik (walau tidak sempurna). Tapi tak jarang kita jumpai terapis wicara yang bahkan tidak tahu anak kita bisa mendengar dengan bantuan ABD, sehingga cara terapinya sepenuhnya mengandalkan gerak bibir. Bagi sebagian orang tua yang memilih metode terapi wicara mungkin tidak masalah.

Tetapi bagi kami yang menerapkan terapi terpadu (mendengar + wicara), kami lebih prefer pemasukan kosa kata alias ‘input’nya yang utama melalui telinga (bukan melihat gerak bibir) sementara terapi wicara untuk membantu output yaitu pengucapan kata-kata yang si anak sudah mengerti tapi kesulitan mengucapkannya (Plus pada saat awal memperkenalkan prinsip berkomunikasi, karena saat itu kalau ada orang yang ngajak bicara, Ellen masih cenderung menirukan, bukan gantian bicara).

Dalam hal ini terapis wicara minimal harus tahu bahwa si anak bisa mendengar. Selanjutnya kami juga perlu sharingkan prinsip-prinsip dasar terapi mendengar agar dia tahu kalau kami juga menjalankan terapi lain (secara lisan, pinjamkan artikel) serta model terapi terpadu yang kami hendak jalankan dengan bantuan dia.

Jika terapis wicara tidak tahu kalau si anak bisa mendengar, pada saat permainan gantian misalnya, ia akan memberi aba-aba “Ellen” “Ibu” “Ellen” “Ibu” dst dengan cara berteriak sambil meminta Ellen memperhatikan gerak bibirnya. Sementara dengan pendekatan terapi mendengar/TAV, aba-aba seperti itu dilakukan secara full verbal, jadi sekaligus untuk melatih si anak mengenali suara. (Note: bahkan di TAV si terapis menutupi mulutnya dengan tangan/kertas agar tidak terlihat gerak bibirnya, tetapi kami sendiri jarang begitu karena kadang Ellen malah ikut menutupi mulutnya; kami lebih sering mengucapkannya dari samping/belakang.)

Dengan pemahaman sederhana bahwa si anak bisa mendengar, terapis wicara diharapkan tidak terlalu menuntut si anak melihat gerak bibirnya –kecuali tentunya pada saat belajar membentuk pengucapan yang benar.

Tidak mudah memang memperkenalkan metode ini ke terapis wicara yang biasanya beranggapan anak tuna rungu tidak bisa mendengar. Tetapi tidak sedikit juga yang bersikap terbuka dan bisa diajak bekerjasama membantu perkembangan si anak. (by: papa Ellen)
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

kondisi - kondisi Gangguan bahasa bicara yang bisa ditangani oleh Terapis Wicara

Terapi Wicara

Pelayanan Terapi Wicara adalah pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi dalam bidang prilaku komunikasi untuk meningkatkan dan memulihkan kemampuan prilaku komunikasi, yang berhubungan dengan kemampuan bahasa, wicara, suara dan irama/kelancaran yang diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan anatomis,fisiologis psikologis dan sosiologis.

Gangguan bahasa bicara bisa terjadi pada kondisi-kondisi :



Autisme
ADD/ADHD
Tuna Rungu
Cerebral Palsy
Mental Retardasi
Gangguan Tumbuh Kembang
Pasca Serangan Stroke
Pasca Pengangkatan Laring
Celah langit-langit
Gagap
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Terapi Wicara Ampuh Atasi Keterlambatan Bicara Anak

Balikpapan, Tribun - Kalangan orang tua dianjurkan bersikap waspada ketika mendapati anaknya sejak lahir sampai usia 2 tahun tak pernah ngoceh dan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Karena itu merupakan indikasi awal keterlambatan bicara pada anak yang merupakan satu dari sekian gangguan psikis dan kejiwaan anak. Gejala keterlambatan bicara pada anak itu makin perlu penanganan khusus jika memiliki gangguan komunikasi dan keterbelakangan lainnya.

Praktisi Penanganan keterlambatan bicara anak Ikatan Therapist Wicara Indonesia Evi Sabir Gitawan mengatakan, keterlambatan bicara pada anak merupakan gangugan psikis dan mental yang perlu perhatian khusus dari orang tua. Pasalnya, fenomena psikis ini menghambat perkembangan mental dan pertumbuhan fisik sampai dewasa. Ada beberapa simptoms yang dapat dicermati untuk mengetahui anak menyandang keterlambatan wicara. Antara lain gaya bicara yang gagap dan gangguan penyampaian bahasa ditinjau dari segi bunyi bahasa, semantik, marfologi, sintaks, dan tata bahasa yang agak menyimpang dari penyampaian anak-anak normal sebayanya.



“Prevalensi keterlambatan bicara pada anak bisa timbul pada anak-anak yang sejak lahir sampai usia 2 tahun tak ada mengucapkan satu kata pun. Ditinjau dari sisi medis, keterlambatan bicara pada anak termasuk patologis yang perlu penanganan khusus,” katanya saat ditemui usai Seminar Autisme dalam rangka memperingati HUT RSPB ke-XX di Aula Pemkot Balikpapan, Sabtu (28/4).

Pada anak yang tumbuh normal, kemampuan bicara mulai timbul sejak lahir. Ditunjukkan dengan ocehan anak yang menirukan ucapan. Seiring bertambahnya usia, anak mulai mengalami perbaikan bunyi dan pengucapan dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Masalah keterlambatan bicara pada anak mendapat perhatian dari kalangan medis berkaitan adanya prevalensi kuat terhadap gejala autis. Banyak hal yang memicu anak mengalami masalah keterlambatan komunikasi antara lain, rekan psikis dari orang tua dan masalah keharmonisan keluarga. Dalam beberapa kajian menemukan rata-rata anak yang jarang menjalin komunikasi dengan orang tuanya apalgi dengan orang lain rentan mengalami hambatan bicara. Anak yang dipasung orang tuanya yang mungkin timbul dari rasa malu punya anak cacat atau proteksi berlebihan orang tua juga berpengaruh pada keterbelakangan bicara anak. Sebab lain keterbelakangan kemampuan bicara pada anak adalah gangguan psikis yang berhubungan stigma medis yang dialami anak.

Evi Sabir menerangkan, beberapa terapi dapat diterapkan untuk penanganan keterlambatan bicara pada anak antara lain terapi medis dan terapi mental.

Terapi medis dilakukan untuk anak yang mengalami keterlambatan bicara akibat kelainan fisik seperti bibir sumbing, gangguan pendengaran dan kelainan lain yang berkaitan organ motoris penunjang komunikasi. Terapi mental diterapkan melalui bimbingan intensif yang bisa dilakukan orang tua di rumah.
“Dampingi dia dan ajarkan mengucapkan kata-kata pada anak. Dengan rangsangan mengulang itu, jadi rangsangan wicara itu memacu anak untuk mengenal kata-kata dan mengucapkannya dengan menirukan apa yang dia dengar dan dia ucapkan. Rangsangan wicara yang menghubungkan asosiasi kata dan pendengaran itu dikenal dengan auditory bombaten, ” jelasnya.

Evi menerangkan, terapi penanganan masalah keterlambatan bicara pada anak akan mencapai hasil maksimal apabila ditangani oleh terapi wicara anak. Maksimalisasi penanganan terapi anak ini membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Untuk kasus sengau atau cadel butuh terapi intensif minimal 6 bulan. Terapi tersebut butuh waktu lebih lama lagi bagi anak yang menyandang kesultian bicara akibat gangguan pendengaran dan kelainan organ mulut.
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW