Info Terapi Wicara

Info Terapi Wicara

contoh-contoh kasus terapi wicara

terapi wicara menangani klien anak2 dan dewasa,kalau anak2 biasa nya menangani klien CP,ADHD,autisme,menangani klien yg keterbelakangan mental,klien  yg belum bisa bicara karena faktor lingkungan,klien mengalami gangguan menelan,

terapis wicara menangani  klien dewasa di antara nya menangani klien yang post stroke,mengalami gangguan menelan,post laringektomi,dimensia,afasia dewasa.

terapi wicara juga menangani klien anak dan dewasa yg mengalami gangguan irama kelancaran
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Terapi Wicara untuk Tuna Rungu vs Non Tuna Rungu

Gangguan bicara bisa dibedakan pada tuna rungu (karena gangguan pendengaran) dan pada non tuna rungu (karena sebab lain seperti autis dan stroke).

Anak autis misalnya, walaupun ada gangguan bicara tetapi sebenarnya bisa mendengar. Walaupun tidak/belum bicara tetapi proses pemasukan kosa kata melalui telinga terus berlangsung sejak masih bayi. Kemungkinan besar ia mengerti apa yang didengarnya, hanya saja perlu bantuan untuk bisa berbicara dengan baik. Dalam hal ini peran terapis adalah melatih si anak berkonsentrasi, memperkenalkan prinsip-prinsip berkomunikasi (misal lewat permainan gantian/giliran) dan melatih berbicara (termasuk pengucapannya).



Pada orang yang pasca stroke dan mengalami gangguan bicara, peran terapis lebih ke membantu untuk kembali bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Di sini penderita tidak perlu diajarkan prinsip berkomunikasi verbal karena ia bahkan sudah pernah melakukannnya.

Walaupun agak berbeda dengan kasus autis, keduanya mempunyai kesamaan yaitu bisa mendengar. Artinya proses ‘input’ bagus, tetapi karena suatu gangguan menyebabkan ‘output’nya bermasalah.

Pada anak tuna rungu, ‘output’nya bermasalah justru karena gangguan pada ‘input’. (Note: sepanjang tidak mengalami gangguan lain selain pendengaran, alias bukan dobel handicap.)

Memanfaatkan sisa pendengaran yang ada, dengan ABD gangguan pada input itu dikurangi semaksimal mungkin sehingga si anak bisa mendengar dengan lebih baik (walau tidak sempurna). Tapi tak jarang kita jumpai terapis wicara yang bahkan tidak tahu anak kita bisa mendengar dengan bantuan ABD, sehingga cara terapinya sepenuhnya mengandalkan gerak bibir. Bagi sebagian orang tua yang memilih metode terapi wicara mungkin tidak masalah.

Tetapi bagi kami yang menerapkan terapi terpadu (mendengar + wicara), kami lebih prefer pemasukan kosa kata alias ‘input’nya yang utama melalui telinga (bukan melihat gerak bibir) sementara terapi wicara untuk membantu output yaitu pengucapan kata-kata yang si anak sudah mengerti tapi kesulitan mengucapkannya (Plus pada saat awal memperkenalkan prinsip berkomunikasi, karena saat itu kalau ada orang yang ngajak bicara, Ellen masih cenderung menirukan, bukan gantian bicara).

Dalam hal ini terapis wicara minimal harus tahu bahwa si anak bisa mendengar. Selanjutnya kami juga perlu sharingkan prinsip-prinsip dasar terapi mendengar agar dia tahu kalau kami juga menjalankan terapi lain (secara lisan, pinjamkan artikel) serta model terapi terpadu yang kami hendak jalankan dengan bantuan dia.

Jika terapis wicara tidak tahu kalau si anak bisa mendengar, pada saat permainan gantian misalnya, ia akan memberi aba-aba “Ellen” “Ibu” “Ellen” “Ibu” dst dengan cara berteriak sambil meminta Ellen memperhatikan gerak bibirnya. Sementara dengan pendekatan terapi mendengar/TAV, aba-aba seperti itu dilakukan secara full verbal, jadi sekaligus untuk melatih si anak mengenali suara. (Note: bahkan di TAV si terapis menutupi mulutnya dengan tangan/kertas agar tidak terlihat gerak bibirnya, tetapi kami sendiri jarang begitu karena kadang Ellen malah ikut menutupi mulutnya; kami lebih sering mengucapkannya dari samping/belakang.)

Dengan pemahaman sederhana bahwa si anak bisa mendengar, terapis wicara diharapkan tidak terlalu menuntut si anak melihat gerak bibirnya –kecuali tentunya pada saat belajar membentuk pengucapan yang benar.

Tidak mudah memang memperkenalkan metode ini ke terapis wicara yang biasanya beranggapan anak tuna rungu tidak bisa mendengar. Tetapi tidak sedikit juga yang bersikap terbuka dan bisa diajak bekerjasama membantu perkembangan si anak. (by: papa Ellen)
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

kondisi - kondisi Gangguan bahasa bicara yang bisa ditangani oleh Terapis Wicara

Terapi Wicara

Pelayanan Terapi Wicara adalah pelayanan kesehatan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, teknologi dalam bidang prilaku komunikasi untuk meningkatkan dan memulihkan kemampuan prilaku komunikasi, yang berhubungan dengan kemampuan bahasa, wicara, suara dan irama/kelancaran yang diakibatkan oleh adanya gangguan/kelainan anatomis,fisiologis psikologis dan sosiologis.

Gangguan bahasa bicara bisa terjadi pada kondisi-kondisi :



Autisme
ADD/ADHD
Tuna Rungu
Cerebral Palsy
Mental Retardasi
Gangguan Tumbuh Kembang
Pasca Serangan Stroke
Pasca Pengangkatan Laring
Celah langit-langit
Gagap
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Terapi Wicara Ampuh Atasi Keterlambatan Bicara Anak

Balikpapan, Tribun - Kalangan orang tua dianjurkan bersikap waspada ketika mendapati anaknya sejak lahir sampai usia 2 tahun tak pernah ngoceh dan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Karena itu merupakan indikasi awal keterlambatan bicara pada anak yang merupakan satu dari sekian gangguan psikis dan kejiwaan anak. Gejala keterlambatan bicara pada anak itu makin perlu penanganan khusus jika memiliki gangguan komunikasi dan keterbelakangan lainnya.

Praktisi Penanganan keterlambatan bicara anak Ikatan Therapist Wicara Indonesia Evi Sabir Gitawan mengatakan, keterlambatan bicara pada anak merupakan gangugan psikis dan mental yang perlu perhatian khusus dari orang tua. Pasalnya, fenomena psikis ini menghambat perkembangan mental dan pertumbuhan fisik sampai dewasa. Ada beberapa simptoms yang dapat dicermati untuk mengetahui anak menyandang keterlambatan wicara. Antara lain gaya bicara yang gagap dan gangguan penyampaian bahasa ditinjau dari segi bunyi bahasa, semantik, marfologi, sintaks, dan tata bahasa yang agak menyimpang dari penyampaian anak-anak normal sebayanya.



“Prevalensi keterlambatan bicara pada anak bisa timbul pada anak-anak yang sejak lahir sampai usia 2 tahun tak ada mengucapkan satu kata pun. Ditinjau dari sisi medis, keterlambatan bicara pada anak termasuk patologis yang perlu penanganan khusus,” katanya saat ditemui usai Seminar Autisme dalam rangka memperingati HUT RSPB ke-XX di Aula Pemkot Balikpapan, Sabtu (28/4).

Pada anak yang tumbuh normal, kemampuan bicara mulai timbul sejak lahir. Ditunjukkan dengan ocehan anak yang menirukan ucapan. Seiring bertambahnya usia, anak mulai mengalami perbaikan bunyi dan pengucapan dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Masalah keterlambatan bicara pada anak mendapat perhatian dari kalangan medis berkaitan adanya prevalensi kuat terhadap gejala autis. Banyak hal yang memicu anak mengalami masalah keterlambatan komunikasi antara lain, rekan psikis dari orang tua dan masalah keharmonisan keluarga. Dalam beberapa kajian menemukan rata-rata anak yang jarang menjalin komunikasi dengan orang tuanya apalgi dengan orang lain rentan mengalami hambatan bicara. Anak yang dipasung orang tuanya yang mungkin timbul dari rasa malu punya anak cacat atau proteksi berlebihan orang tua juga berpengaruh pada keterbelakangan bicara anak. Sebab lain keterbelakangan kemampuan bicara pada anak adalah gangguan psikis yang berhubungan stigma medis yang dialami anak.

Evi Sabir menerangkan, beberapa terapi dapat diterapkan untuk penanganan keterlambatan bicara pada anak antara lain terapi medis dan terapi mental.

Terapi medis dilakukan untuk anak yang mengalami keterlambatan bicara akibat kelainan fisik seperti bibir sumbing, gangguan pendengaran dan kelainan lain yang berkaitan organ motoris penunjang komunikasi. Terapi mental diterapkan melalui bimbingan intensif yang bisa dilakukan orang tua di rumah.
“Dampingi dia dan ajarkan mengucapkan kata-kata pada anak. Dengan rangsangan mengulang itu, jadi rangsangan wicara itu memacu anak untuk mengenal kata-kata dan mengucapkannya dengan menirukan apa yang dia dengar dan dia ucapkan. Rangsangan wicara yang menghubungkan asosiasi kata dan pendengaran itu dikenal dengan auditory bombaten, ” jelasnya.

Evi menerangkan, terapi penanganan masalah keterlambatan bicara pada anak akan mencapai hasil maksimal apabila ditangani oleh terapi wicara anak. Maksimalisasi penanganan terapi anak ini membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Untuk kasus sengau atau cadel butuh terapi intensif minimal 6 bulan. Terapi tersebut butuh waktu lebih lama lagi bagi anak yang menyandang kesultian bicara akibat gangguan pendengaran dan kelainan organ mulut.
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Peran Terapi Wicara

Terapis Wicara
Terapis Wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip dimana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling; mengevaluasi; memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi; dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus.

Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD):
Bersifat: (1) Verbal; (2) Non-Verbal; (3) Kombinasi.

Area bantuan dan Terapi yang dapat diberikan oleh Terapis Wicara:
Untuk Organ Bicara dan sekitarnya (Oral Peripheral Mechanism), yang sifatnya fungsional, maka
Terapis Wicara akan mengikut sertakan latihan-latihan Oral Peripheral Mechanism Exercises; maupun Oral-Motor activities sesuai dengan organ bicara yang mengalami kesulitan.



Untuk Artikulasi atau Pengucapan:
Artikulasi/ pengucapan menjadi kurang sempurna karena karena adanya gangguan, Latihan untuk pengucapan diikutsertakan Cara dan Tempat Pengucapan (Place and manners of Articulation). Kesulitan pada Artikulasi atau pengucapan, biasanya dapat dibagi menjadi: substitution (penggantian), misalnya: rumah menjadi lumah, l/r; omission (penghilangan), misalnya: sapu menjadi apu; distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi); indistinct (tidak jelas); dan addition (penambahan). Untuk Articulatory Apraxia, latihan yang dapat diberikan antara lain: Proprioceptive Neuromuscular.

Untuk Bahasa: Aktifitas-aktifitas yang menyangkut tahapan bahasa dibawah:
1. Phonology (bahasa bunyi);
2. Semantics (kata), termasuk pengembangan kosa kata;
3. Morphology (perubahan pada kata),
4. Syntax (kalimat), termasuk tata bahasa;
5. Discourse (Pemakaian Bahasa dalam konteks yang lebih luas),
6. Metalinguistics (Bagaimana cara bekerja nya suatu Bahasa) dan;
7. Pragmatics (Bahasa dalam konteks sosial).

Suara: Gangguan pada suara adalah Penyimpangandari nada, intensitas, kualitas, atau penyimpangan-penyimpangan lainnya dari atribut-atribut dasar pada suara, yang mengganggu komunikasi, membawa perhatian negatif pada si pembicara, mempengaruhi si pembicara atau pun si pendengar, dan tidak pantas (inappropriate) untuk umur, jenis kelamin, atau mungkin budaya dari individu itu sendiri.
Pendengaran: Bila keadaan diikut sertakan dengan gangguan pada pendengaran maka bantuan dan Terapi yang dapat diberikan: (1) Alat bantu ataupun lainnya yang bersifat medis akan di rujuk pada dokter yang terkait; (2) Terapi; Penggunaan sensori lainnya untuk membantu komunikasi;

PERAN KHUSUS dari Terapi wicara adalah mengajarkan suatu cara untuk ber KOMUNIKASI:
Berbicara:
Mengajarkan atau memperbaiki kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara verbal yang baik dan fungsional. (Termasuk bahasa reseptif/ ekspresif – kata benda, kata kerja, kemampuan memulai pembicaraan, dll).
Penggunaan Alat Bantu (Augmentative Communication): Gambar atau symbol atau bahasa isyarat sebagai kode bahasa; (1) : penggunaan Alat Bantu sebagai jembatan untuk nantinya berbicara menggunakan suara (sebagai pendamping bagi yang verbal); (2) Alat Bantu itu sendiri sebagai bahasa bagi yang memang NON-Verbal.
Dimana Terapis Wicara Bekerja:
Dirumah Sakit: Pada bagian Rehabilitasi, biasanya bekerjasama dengan dokter rehabilitasi bersama tim rehabilitasi lainnya (dokter, psikolog, physioterapis dan Terapis Okupasi).
Disekolah Biasa: Tidak Umum di Indonesia. Pada bagian Penerimaan siswa baru, biasanya bekerjasama dengan guru, psikolog dan konselor. Menangani permasalah keterlambatan berbahasa dan berbicara pada tahap sekolah, dan memantau dari awal murid-murid dengan kesulitan atau gangguan berbicara tetapi masih dapat ditangani dengan pemberian terapi pada tahap sekolah biasa.
Disekolah Luar Biasa: Pada bagian Terapi wicara, bekerjasama dengan guru dan professional lainnya pada sekolah tersebut. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi
Pada Klinik Rehabilitasi: Praktek dibawah pengawasan dokter, biasanya dengan tim rehabilitasi lainnya,
Praktek Perorangan: Praktek sendiri berdasarkan rujukan, bekerjasama melalui networking. Biasanya memberikan konsultasi, konseling, evaluasi dan terapi.
Home Visit: Mendatangi rumah pasien untuk pelayanan-pelayanan diatas dikarenakan ketidakmungkinan untuk pasien tersebut berpergian ataupun dengan perjanjian.
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Contoh Kasus perlunya anak diberikan terpi wicara

Semenjak masih dalam kandungan Raihan memang sudah memerlukan special treatment. Ketika baru awal-awal kehamilan, istri saya bercanda dengan berujar, Raihan nanti lahirnya di ibu bidan saja ya, bukan di Hermina.

Tampak seperti protes, usia kandungan 3 bulan, istri saya mesti dirawat karena hypermesis. Berat badannya susut hingga 13 kg. Saking kempesnya perut, janin yang baru berusia tiga bulan sudah tampak menononjol. Istri saya sudah pasrah ketika mendapatkan informasi dari dokter kalau detak jantung si Janin cukup lemah.

Namun ternyata Raihan sangat kuat. Setelah dirawat hampir 10 hari, istri saya bisa pulang, tetapi hypermesis tidak pernah berhenti, hanya memang tidak terlalu parah. Dalam satu minggu bisa makan paling 2-3 kali.



Usia 8 bulan, ketuban istri saya sempat bocor dan mesti dirawat lagi, untuk menahannya supaya bayi cukup kuat dulu sebelum lahir. Seminggu lebih dirawat, dan ketika sudah membutuhkan waktu 24 jam untuk bisa keluar dari kandung. Fadhel hanya membutuhkan waktu 3 jam, untuk lahir. Masuk RS jam 11 malam, jam 2 pagi sudah lahir. Dan setelah lahirpun Raihan mesti dirawat di khusus selama seminggu. Biayanya, total semua 3 kali lipat dengan biaya kelahiran Fadhel.

Sebenarnya sejak awal, Fadhel paling dekat dengan saya. Kata pertama yang dia ucapkan bukannya ibu tetapi ayah. Tetapi ketika adiknya lahir, semuanya berubah. Segala hal harus dikerjakan bersama ibunya (sampai sekarang).

Pengalaman dengan gangguan perkembangan Fadhel membuat kami ekstra hati-hati. Sejak hamil kami sudah jaga segala hal yang memicu autisme, seperti makanan laut yang banyak tercemar oleh mercury. Imunisasi yang diberikan kepada Raihanpun selalu terbebas dari Mercury, dan tentu saja harganya bisa 5 kali lipat imunisasi biasa.

Secara kasat mata pada awalnya saya tidak terlalu khawatir dengan perkembangan Raihan. Kontak matanya sangat bagus. Kalau Fadhel ketika menyusu tidak pernah memandang mata ibunya, Raihan terus menerus menatap mata ibunya. Itu sebabnya kita setahun lebih belum bisa bicara, saya anggap hanya keterlambatan biasa.

Usia 18 bulan, kami sempat konsultasikan dengan dokter. Dari hasil pemeriksaan semuanya normal. Kami diminta menunggu hingga usia dua tahun. Kalau belum ngomong juga nanti baru perlu terapi.

Pada usia 18 bulan sebenarnya memang sudah keluar beberapa kata seperti Yayah untk memanggil saya, Atau Bu ketika mencari ibunya. Emu untuk minum. Mau, naik dan beberapa kata sederhana lainnya. Tetapi makin hari, bukannya makin bertambah kata-katanya malahan makin malas ngomong.

Usia dua tahun kami bawa lagi ke dokter. Disarankan untuk pergi ke THT komunitas terlebih dahulu untuk memastikan apakah ada gangguan pendengaran atau tidak.
Di THT komunitas Raihan sempat disangka tuli. Pada waktu itu dilakukan test audio. Raihan duduk di tengah-tengah speaker dan diberi mainan. Lalu diberi suara dengan tingkat decible yang makin kuat. Raihan selalu asyik dengan mainannya. Dia baru bereaksi ketika suara sudah pada level 80 Decible. Luar biasa.

Tetapi ketika di verifikasi dengan test bera, ternyata pendengarannya normal saja. Kesimpulan sementara SUPER CUEK.

Menurut dokter Luh, dokter rehab medik Raihan dan Fadhel, Raihan hanya mengalami keterlambatan. Kemungkinan besar adalah ketika masa kehamilan terjadi hypermesis, banyak nutrisi yang dibutuhkan menjadi kurang asupan. Raihan mesti terapi wicara.

Dibanding Fadhel, Raihan memang jauh lebih super aktif. Tubuhnya selalu bergerak. Tetapi menurut dokter Raihan juga tidak hyperaktif. Dia masih bisa konsentrasi untuk suatu hal yang dia sukai, terutama menggambar. Diluar aktifitas menggambar Raihan bergerak terus seperti cacing. Saya teringat usia 3 bulan, karena kelincahan tanggannya sempat menyobek kornea mata saya. Lengan dan pipi ibunya habis dikruesin oleh jari Raihan yang tidak bisa diam.
Kalau mau tidur, tidak ada satu sudut tempat tidur yang dia lewati. Berguling kesana kemari. Yang sangat melelahkan adalah kalau naik bus umum. Pengalaman perjalanan dari Ancol menuju Sudirman benar-benar menguras energi. Dia selalu jalan ke depan dan ke belakang, padahal bus dalam keadaan jalan.

Sekarang Raihan sudah banyak kemajuan. Imitasi suara sudah dia kuasi. Kata-kata sudah dua suku kata. Hanya memang untuk anak usia 2.5 tahun kemampuan bicaranya masih setara dengan anak usia 1 tahun. Harapan saya cuma mudah-mudahan Raihan di sekolah tidak perlu guru pendamping seperti Fadhel.

Nah, anak-anak Seperti inilah yang perlu diberikan terapi wicara
Sumber: http://laresolo.multiply.com/journal/item/43/Raihan_juga_harus_terapi_wicara
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Informasi Terapi Wicara - Profesi - Jenis Pelayanan dan Terapi

Pelayanan terapi wicara merupakan tindakan yang diperuntukkan bagi individu yang mengalami gangguan komunikasi termasuk didalamnya adalah gangguan berbahasa bicara dan gangguan menelan. Pelayanan terapi wicara ini dilakukan oleh profesional yang telah memiliki keahlian khusus dan diakui secara nasional serta telah mendapatkan ijin praktek dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pelayanan Terapi Wicara di Sarana meliputi:

Asesmen atau pemeriksaan
Pembuatan program terapi
Pelaksanaan program terapi
Evaluasi program terapi
Evaluasi Gabungan (OT, TW,dll)
Rujukan ke ahli lain (jika perlu)
Ahli terapi wicara diistilahkan sebagai Terapis Wicara ( Speech Therapist, Speech language pathologist, Speech Pathologist, atau Speech Correctionist ). Ada 5 ( lima ) aspek yang menjadi bidang garap terapis wicara, yaitu: gangguan artikulasi, gangguan berbahasa, gangguan bersuara, gangguan irama kelancaran, serta gangguan menelan.

Jenis-jenis Kelainan / Gangguan yang Memerlukan Pelayanan Terapi Wicara:

Gangguan Artikulasi

Gangguan berkomunikasi yang diakibatkan oleh adanya ketidaktepatan dalam memproduksi bunyi ujaran baik vokal maupun konsonan.
Gangguan Bahasa

Ketidakmampuan dalam menggunakan simbol-simbol linguistik untuk berkomunikasi, baik secara reseptif dan atau secara ekspresif.
Gangguan Suara

Gangguan berkomunikasi yang diakibatkan oleh adanya ketidakmampuan memproduksi suara (fonasi) secara akurat.
Gangguan Irama Kelancaran

Gangguan komunikasi yang diakibatkan adanya perpanjangan atau pengulangan dalam memproduksi bunyi bicara
Gangguan Menelan

Ketidakmampuan dalam melakukan gerakan menelan, dimana kondisi ini terbagi dalam 3 fase yaitu fase oral. Fase pharyngeal dan fase esophageal. Gangguan mengunyah dan menghisap juga merupakan salah satu dari gangguan ini.
Bentuk pelayanan terapi wicara di Sarana, meliputi:

Terapi Individu

Pelayanan terapi wicara dengan pendekatan secara individual kepada masing-masing klien.
Terapi Kelompok

Pelayanan terapi wicara dengan menggunakan pendekatan secara kelompok. Dimana dalam kelompok ini sebagai pertimbangannya yaitu klien memiliki level komunikasi dan umur yang hampir sama dalam satu kelompok.
Konsultasi

Memberikan pelayanan terapi wicara yang bersifat promotif dan atau preventif kepada lingkungan terdekat klien maupun pihak yang terkait dengan klien.
Pelatihan dan Seminar

Pemberian informasi dan hal-hal yang terkait dengan pelayanan terapi wicara kepada orang tua ,klien guru-guru sekolah, maupun profesi lain yang membutuhkan pelayanan terapi wicara.
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Kontak Kami

Silakan Tuliskan pesan anda disini, kami akan segera membalas pesan anda

Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW

Apakah Terapi Wicara itu?

Terapi Wicara adalah ilmu yg mempelajari perilaku komunikasi yg normal n abnormal,yg digunakan utk memberikan terapi*(proses penyembuhan)pd penderita gangguan perilaku komunikasi yg meliputi kemampuan bahasa,bicara,suara,iramakelancaran,shg penderita gangguan prilaku komunikasi mampu berinteraksi dgn lingkungan scra wajar,tdk mengalami gangguan psiko-sosial serta mampu meningkatkan hidup optimal.
Seorang Terapis Wicara Alumnus POLTEKKES SURAKARTA KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Richa Rochmah,Amd.TW